This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

BELAJAR BAHASA KOREA

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

BELAJAR BERORGANISASI DAN BERJUANG

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 17 September 2014

Kisah Kamera 360 Bikin Kecewa Seseoran


pada suatu hari ada seorang wanita yg cantik yg dilihat melalui handpone, tablet, atau laptop wajahnya cantik banget,, kemudian pda suatu hari cewe ini mendapatkan seseorang lelaki yg sangat tampan banget, aku gak thu bgusnya di lihat dri mna agar mukanya itu jlek tpi gak biisaa memang seorang cowo itu tampangnya bukan main krna apaa yaa,, pokoknya dya tampan,, kemudian cewek ini sangat tertarik kpaada cowo itu dan cowo itu jg merasaaa tertarik bahkan cowo itu lbih tertarik melihat kecantikan cewe itu jika dia tdak melihatnya secara langsung,,
Dan pada ke'esokan harinya cowo ini sring banget mengajak cewe itu untuk saling brkomunikasi,.,, dan pda malam hari cowo itu menelopon cwe itu dan mengatakan "bleh aku ama kmu ketemuan ini malam,," dan cewe itu mengatakn "ktemuan untuk apa, emangnya penting ahpaa?" dan kmudian cowo kmbali mengatakan "ini tu penitng banget soalnya aku mau ngatain sesuatu ke kamu,,. cewe itu mengatakan,. "ahhg aku nggak mau ktemuan ama kamunya dulu,, tpi klau kmu mau ngatain sesuatu bilng aja melalui telfon., kmudian cowo itu dengan tdk sabarnya ingin skli mengatkan "sebenarnya pertama kali aku lihat foto kmu di facebook, twitter, dan BBM, aku merasa kmulah seseorang yg kucari slama ini, stelah 3 hari ini aku kenal ama kmu,, knapa aku tu mkin syng ama kamunya,. dan sebenarnya alasan aku untuk mnelfonmu iyalah,. aku tu mau ajak kmu ktemuan dan mau mngatkan sesuatu ama kmu bahwa aku tu syng banget sama kamu dan mau kah kmu mnerimaku untuk jdi kekasih mu," cewe itu pun sangat kaget dan gak nyangka dirinya itu dicintai dgn seorng cowo yg tampannya bukan main,, dan cewe itu mengatakann,, ''IYA AKU MAU KOK JADI PACAR KAMU TAPI DENGAN SATU SYARAT AKU NGGAK MAU SLAMA KITA PACARAN KITA KTEMUAN, bgaimna apakah kmu mnerima prsyaratanku''., kata cowo itu"yah nggak apapalah yg penting aku memilikimu,.
Setelah hubungan cowok dan cewek ini menghampiri 1 bulan, cowo ini sangat lancang untuk mengatakan kpada cewek ini " bolehkah aku skliiiiii aja ktemuan ama km., skaliiiiii aja'', cewe itupun mengatakan,,"ahhg aku ngggak mau ahh ktemuan ama kmu" cowo menggatakan"skli ini ajaa aku mau ketmu ama kmunya,."
lama kelamahan cowok ini trus memaksa cewe ini untuk ketemuan, dan apa yg diinginkan cowo trnyata trwujud,, dia langsung mengatakan kpaada cwe itu "kita ktemuan di cafe yg pinggir laut itu jam hari sabtu 16:30,, cwe itu mengatkan " iya deh aku tungguin kmu disitu" (cewe ini mengatkan ksapakatnnnya untuk ktemunya dengan wajah yg kusut),.
,.setelah pada hari ketemuannya itu cowo ini sdah datang untuk menemui cewe ini,. setelah dia menunggunya slama 20 menit trnyata cewe ini blom dtang2 jg ,,cowo ini merasa gelisa dan mulai sdikit kecewa, stlah 30 mnit brlalu cewek itu datang dan duduk di meja yg sdah di pesankan makanan,, cowok pun itu trkejut melihat wajah cewek ini yg kulitnya hitam, wajah yg bgaikan jlanan aspal yg kasar,. cewe ini agak trasa malu ktika dya duduk di dpan cowo itu,, cowo itu mengtakan "apakah kmu cewe yg difoto itu atau bukan" cewe mngatkan "iyyaa aku yg cewe di foto itu,, emangnya knapa" cowo itu lngsung trkejut kmudian kecewa ktika cwe itu mngtakan sprti,, dan tibaa2 cowo ini langsung mengatkan" kok wajah kmu nggak trlalu cantik gak sebanding dgn foto kmu yg aku simpan di laptop aku,. kok wajah kmu itu jlek banget bagaikan kulit kayu yg sdah tua dan bgaikan aspal jalanan.. cewek itupun mrasa trhina ktika cowo itu mngatakan sprti itu,, dan cwe itu mngatakn "apakah kmu mau mnerima aku apa adanya wlaupun wajah ku sprti ni,, kata cowo " lbih baik hbungan kita cukup smpai di sini krna type cewek yg sprti kmu itu buka type aku,, dan skrng kita putus aja,,. cewe itu langsung mnyiram air minumannya ke wajah cowok itu dgan rasa yg sangat trhina dan cewe lari dan merasaaaaaa sangat kecewa krna sdah mengenal cowo itu,
TAMAT,.

Minggu, 14 September 2014

50% Merdeka


kartu sudah dibagikan
siapa yang punya kartu truf?
pada emosi yang buta hurup
media cetak corongnya cendana
semua berita dijokul obralan
jurnalistik tanpa rasa kemanusiaan
kekejaman disulap jadi rayuan
ada hujan milyaran uang haram?
pengkhianat bangsa jelas kelihatan
yang jual diri jual nama jual iman
ironi memori bangsa indonesia
manipulasi sejarah terbukti sudah
apa lagi yang kau mau tau?
istana punya kuasa
cendana punya dana
elite politik lagi main kartu
bosnya punya nama dipoles
propaganda sesat para penjilat
sedangkan di bawah banyak urusan penting
korban bencana alam menggigil kedinginan
rakyat perlu kepastian hukum dan keadilan
bukan pameran dukungan terhadap bekas tiran
ayo! marikita bersama
bersatu mengganyang keraguan
kita belum merdeka 100% bung!
sirajatega masih berkuasa
maka derita itu dobel bencana
jaga semangat persatuan indonesia
jangan mau dirayu bujukan uang haram

DISKRIMINASI


puisi dibakar dendam sejarah
kontradiksi pun makin parah
sebaris sajak yang berlawan
membabat semua keraguan
puisi lahir akibat diskriminasi
simpan segala busuk teori
ribut itu adalah tandanya
manipulasi dosa disengaja
puisi menggugat memorimu
muram langit otak kelabu
buasnya senyum intrik politik
seperti sinyal biang konflik
puisi ditulis buat siapa?
jika badai itu menggila
lalu kita mau apa?
pasrah dan berdoa?
puisi resah tak bisa diam
berbisik di tengah malam
nembus ruang waktu
menjelma jadi batu!

HENTIKAN PENINDASAN DAN KEKERASAN BURUH HARIAN LEPAS SEKARANG JUGA!!!!!!!!


KAUM BURUH ITU SAUDARA, BUKANLAH BUDAK TANPA HARGA
TEMPAT KERJA KAMI MESTI SEHAT DAN TIDAK BERBAHAYA
UPAH KAMI HARUS LAYAK BESAR KECILNYA
DIWAKTU LIBUR, JANGAN SAMAKAN KAMI DENGAN PENGANGGUR
DAN BIARKANLAH KAMI BERSERIKAT DAN BERKUMPUL
JANGAN PULA MEMEBUAT KAMI KAGOK UNTUIK MOGOK
KAUM BURUH ITU SAUDARA, PATUT DIHORMATI SEBAGAI MANUSIA
Bertahun-tahun buruh harian lepas di PTPN IV Kebun Unit Dolok inumbah mengalami PENINDASAN DAN KEKERASAN dari BUMN yang seharusnya menjalankan Undang-Undang ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yang menajmin hak-hak normatif bruh sebagai manusia untuk dapat hidup layak bagi dirinya dan keluarga buruh.
Namun kenyataannya sudah 9 ( sembilan ) tahun buruh harian lepasa mengalami Penindasan Dan Kekerasan Berlapis-Lapis dari PTPN IV Kebun Unit Dolok Sinumbah. Penindasan tersebut mulai dari upah murah dibawah standard UMP, selama 9 tahun terus menerus menajdi BHL (Buruh Harian Lepas) dan tidak pernah ada peluang menjadai buruh tetap, tidak dipenuhinya Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), belum lagi kerja yang sampai 12 jam tidak pernah dihitung lembur. Perusahaan telahg melakukan penindasan dan kekerasan terhadap buruh dengan memaksa hidup dibawah standard minimal.
Padahal kesejahteraan buruh telah dijamin oleh UUD 1945, UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, PP Nomor 28 tahun 2002 tentang Penyelenggaraan JMASOSTEK,bahkan negara Indonesia telah meratifikasi konvensi EKOSOB (Ekonomi Sosial Budaya) yang didalamnya menjamin kesejahteraan tenaga kerja. Untuk itu segala penindasan dan kekerasan yang kami terima kami Forum Komunikasi Buruh Harian Lepas (FK - BHL) PTPN IV Kebun Unit Dolok Sinumbah menuntut:
  1.. Hapuskan buruh borongan dan buruh harian dan jadikan menajdi buruh tetap.
  2.. Naikkan upah sesuai dengan umsp (upah minimum sektor propinsi)
  3.. Berikan jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek)
  4.. Jam kerja 40 jam seminggu
  5.. Berikan upah lembur
  6.. Berikan uang makan rp 6.000,- /hari
  7.. Berikan uang transport rp 5.000,-/ hari
  8.. Lengkapi perlengkapan kerja yang aman bagi buruh
  9.. Bebaskan buruh bongkar muat dari PN dari buruh tetap
  10.. Naikkan Upah Buruh Bongkar Muat 100%
  11.. Naikkan Premi TBS
  12.. Berikan fasilitas yang layak bagi buruh
  13.. Berikan kesempatan kerja yang sama bagi setiap orang tanpa diskriminatif.
  
kanang city,14-09-2014 23:24

Indonesia Kita


indonesia adalah tanah airnya
tempat semua cerita bertarung
masa lalunya bekas orang jajahan
sekarang diatur maunya pasar
pasarnya politik uang
semua bisa bilang sayang
ada uang abang sayang
kaum mudanya terbelah dua
mayoritas hobinya maen gadget
sebagian kecil bicara kesadaran kelas
jika pendidikan kurang
kemiskinan pun merajalela
koruptor dipuja seperti selebritis
istilahnya duit bisa beli setan
indonesia adalah harapan demi perubahan
tanpa kerja keras tak mungkin ada yang berubah
ayo generasi muda jangan lupakan sejarah!

kanang city,14-09-2014 23:20

Apakah Anda Sudah Percaya pada Impian Anda?



Sudahkah Anda Benar-benar Percaya bahwa Anda akan sukses meraih semua impian Anda?
Benar-benar Percaya suatu saat kesuksesan akan kita raih adalah syarat mutlak tercapainya kesuksesan..
Dahulu, Ketika ditanya apakah saya percaya akan meraih impian saya, Saya selalu bilang “tentu percaya donk”..
Namun, sayangnya pernyataan ini tidak berasal dari hati yang terdalam..
Jauh di lubuk hati terdalam kami, sesungguhnya kami ragu apakah kami mampu meraih cita-cita kami membuat 5000 buah panti asuhan..
Dan keraguan itu terpancar dalam usaha kami saat berusaha mewujudkan impian Kami itu..
Kami mulai serius berbisnis sejak sekitar 2 tahun yang lalu,,
Namun, bila boleh jujur, keadaan bisnis kami baru membaik di pertengahan tahun lalu..
Kenapa Perkembangan bisnis Kami begitu lambat?
Setelah belajar banyak tentang cara pikiran bekerja, Saya baru menyadari sesungguhnya penyebab kegagalan bisnis Saya berkembang pesat adalah karena Saya tidak benar-benar percaya akan bisa mewujudkan semua Impian Saya membangun 5000 panti asuhan..
Karena tujuan utama Saya berbisnis adalah untuk mewujudkan impian membangun 5000 panti asuhan, Saya tidak benar-benar percaya bisnis saya akan bisa berkembang pesat..
Akibat ketidakpercayaan itu, Saya pun tidak berusaha keras..
Saya pun tidak berpikir keras..
Saya pun menyerahkan masa depan pada ‘nasib’..
Setelah menyadari hal ini, saya pun langsung mengubah cara berpikir saya selama ini..
Saya pun memilih Percaya bahwa segala impian saya – terutama impian mendirikan 5000 panti Asuhan- akan tercapai dan akan mendapatkan Jalan untuk meraihnya –dengan focus mengembangkan bisnis-..
Sejak saat itu, bisnis kami jauh lebih berkembang..
Punya Impian besar yang ingin diwujudkan?
Percayalah, dengan sebenar-benarnya percaya bahwa Impian Kita suatu saat akan bisa kita wujudkan..
Pertanyaannya, Sudahkah Anda Benar-benar Percaya?

14 september 2014

Hidup adalah sebuah perjalanan panjang yang menyimpan sejuta misteri untuk menguji keteguhan manusia dalam mengharungi proses kehidupan.

Banyak yang tak bisa dimengerti dalam kehidupan, banyak keganjilan yang senantiasa kita temui dalam proses kehidupan ini. Pertanyaan bukan sebuah solusi untuk mengakhiri keresahan.

Bagi sebagian orang, hidup serasa begitu sulit untuk mereka mengerti. Ketidaksamaan kondisi yang teramat sangat menjadikan mereka semakin bingung untuk memaknai arti kehidupan.

Berinvestasi keringat, berpikir, dan berdoa adalah cara bijak untuk mendapatkan mimpi-mimpi kita. Namun, selalu ada alasan lain dibalik keadaan yang berbeda. "Apa dan mengapa?"

Bagi sebagian orang, segalanya berjalan sebagaimana mestinya. Damai, indah, ada hujan yang melewati mendung, ada teduh saat terik menghilang, dan ada kebahagiaan setelah dia mencarinya. Namun, buat sebagian orang lainnya kondisinya jauh berbeda.

Semua ini adalah wacana dan realita kehidupan. Kepada siapa manusia mempertanyakannya? "Apakah hak manusia untuk mengetahuinya? Mungkin iman dan ketabahan adalah cara untuk menjawabnya".

Saat terbangun dari tidur, ku basuh muka ini dengan air jernih, membersihkan diri dari kotoran-kotoran yang hinggap di tubuhku. Ku jalani waktu demi waktu dengan serangkaian kegiatan yang menjadi tanggung jawabku sebagai manusia. Berpikir, bertindak dan selalu berbenah. Memang sebuah ironi ketika ku tak pernah melihat hasilnya.

Dimana yang salah? Bagaimana seharusnya? Jika diri ini tidak cukup pantas untuk menerima anugerah, lantas mengapa ia diberikan kepada mereka yang justru hanya menghabiskan seluruh waktunya untuk hal-hal yang tidak baik bahkan menyimpang?

Kembali diri diuji, mungkin ku harus menunjukkan seberapa besar kuantitas iman yang ada dalam diri ini.

Hidup itu bukan untuk mencari jawaban, bukan untuk memunculkan perbedaan, dan juga bukan untuk mengadu tentang apa yang kita rasakan. Manusia adalah pelaku kehidupan dan tidak ada jawaban sementara untuk pertanyaan kita, mungkin jawabannya ada dalam nilai keyakinan manusia. Hidup itu antara iman dan keberdayaan.

DoA PoliTik

Tuhanku, Tuhan Kami
Inilah doaku, doa kami
untuk bangsa politik, untuk negara politik, untuk rakyat politik, untuk politisi partai, untuk peminpin politik.

Ketukan pintu politik kami, kian rusak
syair-syair politik kami, kian memanas
tak ada lagi kebenaran, kejujuran, pengertian, serta sejengkal logika cita-cita pembebasan rakyat.

Tuhan..
Kami inginkan politik yang damai
kami inginkan senjata-senjata itu berhenti menghantui hidup kami.
Kami sudah cukup mengerti akan negara
Kami sudah cukup paham akan kemiskinan
kami sudah turut merasakan ekonomi yang tak pernah berpihak.

Tuhan…
Kami butuh jawab-Mu
Nyanyian rentetan senjata israel, itu doa siapa?
Quick Count pemilu yang bersebrangan, itu dosa siapa?
Kecemasan akan bencana perang politik, itu pertobatan siapa?

Tuhan…
Kami butuh pengakuan-Mu
jikalau setiap pengakuan di Bumi sudah mengancam kehidupan kami.
Jikalau kemenangan pilpres hanya melahirkan kecemasan bangsa kami.
Jikalau pengakuan kemenangan politik, hanya merobek persatuan kami.

Tuhan…
Di manakah surga-Mu
jikalau mitos Suraga kaki Ibu, masih diyakini oleh kami, hingga saat ini.

Tuhan…
Tunjukan surga-Mu
untuk republik ini

SINTINGKU MENCUAT




Inilah Sintingku yang mencuat
Tak seperti debatan para sinting tentang si-Sinting, yang mebuat pernyataan sinting di negeri Sinting.

Sintingku mencuat, ketika melihat para sinting bermain suara.
Sintingku memuncrat, ketika mendengar para sinting membeli suara.
Sintingku memusat, ketika menyimak para sinting mengkibuli rakyat.

Sintingku mengalir deras, seirama syair-syair sintingku ini.
Sintingku mengamuk keras, seirama rusaknya otak sintingku ini.

Mungkin saja…
Sintingku bisa merobek luka hati masa rakyatku.
Sintingku mampu membuka pola pikir politisiku.
Sintingku sanggup menutup seluruh kesintingan, penyinting bernegeri sinting.

Wahai para sinting sepertiku,
marilah melanjutkan syair sintingku ini.
Mulailah membaca syair sintingku ini.
Mungkin akan lebih cerdas, ketimbang menyimak calon presiden sinting di negeri sinting, yang sedang membaca pidato politik sinting, lalu memaksa suara-suara sinting untuk memilih pemimpin sinting sepertinya.

Sintingku berawal dari cerita pemimpin sinting.
Mungkin saja, sintingku lebih sensasional dalam larikan puisi sinting ini.
Mungkin juga akan sangat rasional bagi penyimak puisi sinting se-aliranku.

Inilah tanda-tanda kesintinganku.
Atas nama anggota partai sinting,
Atas nama politisi sinting,
Atas dasar ketukan palu rapat para sinting,
maka lahirlah pemimpin sinting
dengan mengatasnamakan pemimpin sinting akar rumput.

Mungkin amnesia sedang melekat pada otak sintingku ini,
Tak ada negeri sinting yang bisa merdeka, jikalau rakyat sinting sepertiku, tak pernah terorganisir ke dalam cita-cita politik yang sendem.

Sintingku mungkin lebih kritis dari kritikus beruang di negeri sinting

Lihatlah…,
Organisasi akar rumput saja masih hingar bingar, berlari tak punya ideologi.
Lalu apa hebatnya, memilih pemimpin di negeri sinting, jikalau wakil rakyat, hanya jadi slogan koalisi.



Politik Jari Tangan



Jijik,
Jorok,
amis,
melihat, mencium,
jari tangan politik empat belas.

ibu jari, bapak jari, tanta jari, paman jari, anak jari, di angkat setinggi kepala
melengking di setiap panggung demokrasi.

Politik jari tangan, jadi brand pemilu
Salam-salaman ibu jari, hingga bapak jari cemburunya minta ampun.
Salam-salaman tanta jari, hingga paman jari ngamuknya minta ampun.
Sedangkan anak jari, bingung melotot sana-sini.
Heheheeeee….

Politik jari tangan,
dari kumpulan kuku-kuku hitam
kalaupun berwarna, itu karena cat politik

Politik jari tangan,
dari koalisi pakar-pakar jari,
jari pengusaha, jari perampok, jari pembunuh, jari koruptor, jari politisi,
mengejar, merayu, menyunting
jari petani, jari nelayan, jari buruh, jari kaum miskin
hingga kemenangan tiba,
koalisi jari, lototnya sedih-sedih seru.

Apalah untungnya politik jari tangan, jika ruas-ruas jari tak pernah terorganisir secara baik?

Apalah arti politik jari tangan, jika ideologi ekstraparlemen masih sebatas unjuk tarian jari?

Apalah arti kuasa politik jari tangan, jika sistem jari presidensial masih berbau
kepentingan koalisi?

Hehehehehee…..
Jutaan jari mendadak pemilu,
Meloncat-loncat dengan segala loncatan kepentingan.
Menunjuk-nunjuk dengan segala pertunjukan privasi,
hingga kolektivisme itu diam, sambil menghisap jempol politik.

kuku-kuku politik


PUISI-PUISI  “REVOLUSI MENTAL” KARYA CARLOS TOULWALA



Jari-jari kurus berkuku hitam
itu tanda, kukunya ‘Pak Tani
itu berarti, kaum buruh sedang bekerja
mungkin juga, nelayan sedang mencari, atau kaum miskin kota sedang mengorek sampah jalanan.

Kuku-kuku hitam, di ujung jari politisi hitam
mengotori politik publik
mencubit-cubit ekonomi rakyat
mengorek kas-kas negara
lalu bersembunyi di balik jari-jari kekuasaan
hingga ruas-ruas Kejari, tumpul di mata kukuk hukum.

Saling kejar, saling tangkap,
licin, lolos, mulus,
lalu uang yang tertangkap.

Kuku-Kuku hitam, di jari-jari partai
berpolitik menggaruk kekuasaan
menggores alur-alur proyek
hingga selangkangan dompet terkuras
demi mimpi relawan politik.

Kuku-Kuku hitam, punya relawan politik
sengit terdengar ditelinga demokrasi.
Bila menang, ketiak-ketiak kuku tersenyum bangga membagi kedudukan negara.
Bila kalah, ketiak-ketiak kuku tertidur pulas di rumah sakit terdekat.

Hehheee….
Kuku politik, kasar mainannya
meleceti setiap kesempatan untuk merdeka
melukai setiap harapan pembebasan nasional
hingga jeritan rakyat, terjerat di ujung kuku-kuku hitam.

Revolusi

sebuah bahtera melanda setiap jiwa
tuk bangkit dari penjajahan si raja fir 'aun
gegap gempita di penjuru negeri
menyambut nur Illahi datang menerangi

seribu bahasa bergema bertakbir di lorong lorong kota
sambut kemenangan yg di janjikan
bangunkan si pejuang lelah
dari keterpurukan tangan besi si penguasa dzolim

negeri besar telah berdiri
menjulang tinggi di dasar hati
lelaki sejati tumbalkan jiwa
demi cita ilahi Raby

dari diri hingga negeri
revolusi berbalut takbir bergelora jiwa nan lembut
di buai darah si anak negeri
rentangkan kaki di ujung jalan
di batas negeri yang menjadi saksi

Semilir Nur Ilahi Mendekap Qalbu

menembus ranting cahaya nan suci di qal bu
semerbak kehidupan menyeruak di sela dedaunan
diliputi nyayian rumput liar
dahan ilalang subur di jiwa

di hinggapi alunan tasbih
dalam kelam ku bersujud
menempa jiwa di padang tandus

membawa kesejukan bak rindang pohon
meresap di qol bu mendaki  asa
dalam karang gunung kepalsuan

ku seranhkan jiwa nan raga
duduk bersimpuh dalam keharibaan-Mu
secercah iman menghisab diri
dari jauhnya kilauan dunia

berontak jiwa nan lembut di rimbunya nur Illahi
mengajak tamasya di di relung jiwa
 akulah pengembara di tanah nan suci
yang di takdirkan membawa risalah
tuk merubah jalan berliku

Sang Pejuang

dataran rendah elok terhampar
suara burung bangkai liar di awan
dalam nafas si kuda jantan
di kaki bukit penuh kemulyaan

dalam terik kau menghujam
laksana hunusan pedang menyambar jiwa
ratakan tanah tanah yang gersang 
kau balut dengan rimbunan nur Illahi

penduduk desa bersuara miring dalam kerontang haus dan dahaga
dalam semak semak belukar kau hadir tebarkan senyum
dihiasi darah nan mulya
di kaki gunung pengharapan
dalam diam slalu bermunajat 
pada Illahi raby sang penguasa Allam
dentumkan genderang tanda kan datang 
di kilauan sinar surya
gertakan suara kaki
debu debu berhamburan biar syetan durjana terbiritbirit
tak sanggup tegap depan sang pejuang sejati

Lukisan Cerita Bernama MENARA'11

Semesta telah mempertemukan kita semua dalam sebuah sistem
Sistem yang bernama PADAMU HIMATIKA 2011
Ya, Disini kita mulai saling kenal, peduli dan merasakan kedukaan
Bersama - sama merangkai asa untuk mencapai satu tujuan
Bertekad dan bekerjasama untuk menuju satu kejayaan
Membawa semangat besar akan sebuah perubahan
Berjuang mengarungi Lautan samudera bernama angkatan
diterpa ombak besar dan badai hingga sampai di tanah harapan
Terkadang masalah dan konflik yang menjadikan persahabatan kita lebih bernilai indah


Kita akan jadi Pelita di tengah gulita sang malam
Menjadi cahaya di dalam kegelapan semesta
Menjadi embun yang akan selalu menyambut sang pagi
Dan orang-orang malam yang akan selalu membicarakan terang
Kita tahu betul mengartikan kata kebersamaan
kita tidak pernah salah memaknai kata kepedulian
Dan kita akan selalu ingat arti kata Persaudaraan


Mungkin Kita bukanlah satu kesatuan Kawan
Kita tidak pernah diikat dalam suatu Ikatan
Dan bukan berkelompok membentuk sebuah Komunitas
Tapi Kita Bersama dalam Kebersamaan Angkatan
Direkatkan oleh cincin bernama Persaudaraan
Dipertemukan dalam Matematika Angkatan Bersaudara 2011
MENARA'11


Jangan pernah melupakan kenangan dan impian yang telah kita lukiskan dahulu kawan.
Selamat Merayakan 2 Tahun Menjadi Warga HIMATIKA ITS, MENARA'11.

Sabtu, 13 September 2014

Goodbye Friends

disini, di tempat ini
banyak yang sudah kita lalui bersama
sekarang, aku tak sanggup di tempat ini sendiri
aku tak sanggup sendiri disini
aku ingin kita bisa bersama lagi di tempat ini
aku tau,,,
kita mempunyai cita cita yang berbeda
kita mempunyai masa depan yang berbeda
kita mempunyai ke inginan yang berbeda
tapi, aku tak sanggup untuk berpisah dengan kalian
aku sayang sama kalian
aku tak ingin kehilangan orang orang yang ku sayangi untuk ke 2 kalinya
kini, aku tersadar,,,
bahwa aku harus bisa mengambil keputusan
yang terbaik
bagi ku dan bagi mu
I LOVE BESTS FRIENDS
aku akan slalu merindukan kalian

Langit di Siang ini


surya terasa di atas kepala.
Tak sengaja tatapan terbawa,
lihat ke tempat yang tak biasa.
Tak tentu warna langit kini.
Entah cerah atau mendung.
Tak tampak pula wibawanya kini,
yang terpandang di hari lalu.

Angin berhenti berlalu,
karena tanya yang sama dari banyak orang
Tentang kegundahan di tengah hari.
Langit baca tiap hati,
yang ingin ia meraja lagi.
Awan pun terayu pergi,
oleh bahana tentang keriangan hari.
Biru kembali penuhi mata,
tanpa ragu ia berwarna.
Sihir muka yang muram durja,
langit telah kembali meraja.

Konsep Perjuangan Karl Max


Di antara pandangan Marx yang dianggap penting oleh pendukung aliran Marxisme adalah teori perjuangan kelas (Struggle of Classess).
.Sebenarnya, Marx bukanlah orang yang pertama melakukan kajian tentang konsep kelas-kelas sosial. Bertahun-tahun sebelumnya, para sejarawan borjuasi telah melakukan kajian mengenai konsep tersebut. Di antara sejarawan itu yang terkemuka adalah Babeuf. Ia melakukan studi dalam konteks perjuangan kelas dan proses berkembangnya kapitalisme dalam masyarakat Eropa. Ia telah melakukan studi yang mendalam mengenai pertarungan antara kelas yang tertindas (mayoritas) dengan kelas kapitalis yang kaya (minoritas).  
.Kelas merupakan sebuah konsep yang menentukan kedudukan sosial manusia dari segi kepemilikan benda atau harta yang tidak dapat dipisahkan dari konsep ekonomi. Kecenderungan Marx untuk menganalisis ide-ide tentang teori kelas ditonjolkan dalam bagian akhir karyanya yaitu Das Capital. Secara umum, konsep kelas sosial yang diutarakan oleh Marx telah diterjemahkan dalam versi sistem ekonomi kapitalisme. Dalam karyanya tersebut, Marx telah membagi tiga kelas utama dalam struktur masyarakat kapitalis, yaitu kelas buruh upahan (Wage Labourers), kelas kapitalis, dan kelas pemilik tanah (Landowner). Walau bagaimanapun, perkembangan struktur industri kapitalisme hanya memperkenalkan dua jenis kelas saja, yaitu borjuis dan proletar. Semua kelas buruh upahan akan diklasifikasikan sebagai kelas proletar. Sedangkan kelas kapitalis dan pemilik tanah dimasukkan dalam kelas borjuis. Namun kedua kelas yang diklasifikasikan dalam kelas borjuis tersebut bersaing ketat dalam memperoleh dan merebut keuntungan atau kekayaan. Dan mereka yang ‘kalah’ akan diletakkan di posisi kelas proletar.

Kelas proletar dan borjuis memiliki peran dan fungsi yang berbeda. Kelas borjuis memiliki dan menguasai alat-alat produksi serta menguasai seluruh rangkaian sistem produksi, sedangkan kelas proletar dijadikan sebagai tenaga kerja yang bekerja untuk kelas borjuis dalam rangkaian proses produksi. Kelas proletar seringkali dianggap sebagai kelasnya orang-orang yang hanya memiliki tenaga kerja. Mereka tak memiliki apapun selain tenaga yang mereka gunakan untuk bekerja. Sebagai imbalannya, mereka menerima gaji dari kaum borjuis dengan jumlah yang sangat rendah. Ini tentu saja tidak adil bagi mereka. Jurang perbedaan antara kedua kelas inilah yang menyulut perjuangan dan penentangan antara kelas-kelas sosial. Marx menyebutkan bahwa sejarah manusia adalah sejarah pertentangan antara kelas yang menindas dan kelas yang tertindas. Ia mengatakan bahwa pertentangan tersebut kadang kala dapat dilihat secara tersembunyi, tetapi terkadang juga dapat berlaku dan dilihat secara terbuka.

Marx diasah oleh analisisnya yang semakin matang terhadap sistem kapitalisme dini di awal Revolusi Industri di Inggris. Marx menaruh perhatian yang mendalam terhadap fenomena dehumanisasi kaum pekerja, termasuk buruh perempuan dan anak-anak. Kelas buruh yang diperas tenaganya dengan imbalan upah yang jauh di bawah nilai jual komoditi yang dihasilkannya, sementara nilai lebih (surplus value) komoditi-komoditi yang dihasilkan oleh kaum buruh memperkuat sistem produksi kapitalis dan menguntungkan kaum borjuis.

Setelah menyadari bahwa sistem ekonomi merupakan pondasi, yang di atasnya superstruktur politik didirikan, Marx mencurahkan perhatiannya untuk mempelajari sistem ekonomi ini. Das Capital, karya Marx yang paling monumental telah menbuktikan bahwa Marx adalah orang yang konsisten dalam studi mengenai sistem ekonomi modern, yakni kapitalisme, ekonomi politik klasik, sebelum Marx, yang berkembang di Inggris, negeri yang paling maju saat itu. Adam Smith dan David Richardo, dengan studi mendalamnya tentang sistem ekonomi, meletakkan dasar-dasar dari teori nilai kerja. Mereka menganggap bahwa nilai suatu komiditi ditentukan oleh kuantitas waktu kerja yang digunakan untuk memproduksi komoditi itu. Eksploitasi terhadap kaum proletar sangat menarik perhatian Marx di mana buruh diharuskan bekerja dalam rentang waktu yang sangat lama dengan upah yang tidak sebanding dengan hasil kerjanya. Jika para ahli ekonomi borjuis melihat hubungan pertukaran antarkomiditi, Marx justru memperhatikan hubungan antar-manusia.

Modal (kapital) memperlihatkan sebuah fenomena hubungan yang menarik bagi Marx : tenaga kerja manusia menjadi sebuah komoditi. Para pekerja upahan menjual tenaganya kepada para pemilik tanah, pabrik, dan alat-alat kerja. Seorang pekerja menggunakan sebagain besar waktunya untuk bekerja demi menutupi biaya hidupnya dan keluarganya dengan upah yang sangat minim. Sedangkan sebagian waktunya yang lain digunakan untuk bekerja tanpa mendapat upah, semata-mata hanya mendatangkan nilai lebih untuk para pemilik modal. Nilai lebih (surplus value) merupakan sumber keuntungan dan sumber kemakmuran bagi kelas pemilik modal (kapitalis).

Modal menjadi sesuatu yang menghantam para pekerja, menghancurkan para pemilik modal kecil, dan menciptakan banyak sekali kelompok-kelompok pengangguran. Dalam bidang pertanian, misalnya, para petani yang tidak memiliki modal besar untuk membeli mesin pertanian yang canggih akan kalah bersaing dengan orang yang memiliki modal besar dan sanggup membeli mesin pertanian yang canggih. Kondisi ini akan menghancurkan para pemodal kecil dalam kompetisi yang berbasis modal. Penurunan bahkan kehancuran pemodal kecil akan membuka peluang monopoli komoditi oleh para pemodal besar. Tak hayal, rakyat kecil akan semakin tertindas oleh kaum-kaum kapitalis. Kapitalisme telah menang di seluruh dunia. Tetapi kemenangan itu hanyalah menjadi sebuah awal dari kemenangan para pekerja terhadap penindasan modal yang membelenggu mereka.

Dengan semakin kuatnya belenggu penindasan terhadap kelas proletar, Marx, dalam bukunya yang berjudul Poverty of Philosophy, menegaskan bahwa skenario eksploitasi kelas telah melahirkan unsur ‘antagonisme kelas’ yang merangsang keinginan para kaum proletar untuk bebas dari belenggu penindasan. Keinginan untuk bebas dari penindasan tersebut menjadi penggerak utama mereka untuk membentuk sistem sosial yang baru. Kelas tersebut akan mendesak perubahan struktur sosial dengan cara-cara kekerasan dan kekejaman seperti perampasan kekuasaan secara revolusi (dengan cepat). Ini merupakan harapan Marx agar kelas proletar menjadi kelas penguasa apabila mampu merampas kekuasaan dan kedudukan kelas borjuis dan memusatkan seluruh peralatan-peralatan produksi dalam tangan kaum proletar.  

Sistem sosial baru yang akan didirikan kaum proletar tidaklah sama seperti kelas feodalisme atau kapitalisme. Kaum proletar, justru sebaliknya, akan mengimplementasikan sebuah kondisi sosial yang tanpa kelas. Masyarakat tanpa kelas merupakan manifestasi dari perjuangan kaum proletar untuk menghapus jurang pemisah di antara kelas sosial. Dengan terwujudnya kondisi tersebut, sistem kekuasaan tidak lagi berfungsi sebagai alat untuk menindas suatu golongan masyarakat. Perjuangan kelas seperti itu hanyalah berakhir melalui penghapusan sistem kapitalisme dan terwujudnya masyarakat tanpa kelas (komunisme).

Kaum buruh sebagai kaum proletar untuk memenangkan revolusi sosialis salah satu syarat pokok menurut dalil Marxis adalah mayoritas daripada penduduk harus terdiri atas proletariat. Dan oleh sebab itu, di negeri di mana proletariat belum cukup berkembang dan belum merupakan mayoritas daripada penduduk, kemenangan sosialisme tidaklah mungkin.

Taktik perjuangan kelas yang digunakan Marx seringkali menjadi isu perdebatan di antara pemikir - pemikir Marxisme setelahnya. Taktik tersebut merujuk kepada konsep diktator proletariat. Konsep tersebut menjadi kunci utama dalam memahami teori Marx berkenaan bentuk masyarakat komunis dan fungsi negara proletariat.

Marx dan Engels dalam karyanya The Communist Manifesto (1970: 74) telah mengemukakan Political Rule of Proletariat yang menyarankan agar golongan proletariat menaklukkan penguasaan negara agar mereka bisa memanfaatkan kuasa politiknya untuk merampas semua modal dari cengkaman golongan borjuis dan memusatkan semua alat produksi di bawah kekuasaan negara yang dikuasai oleh golongan proletariat sendiri. Ini dapat dilihat sebagai usaha kaum proletar untuk memusnahkan keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki oleh golongan borjuis.

Menurut Marx, proses perubahan sejarah bergerak melalui komunisme primitif, feodalisme, kapitalisme, selanjutnya melalui sejarah sosialisme, dan berakhir dengan komunisme. Setiap transformasi sejarah tersebut dicapai melalui revolusi kaum buruh (proletariat) yang mewakili inspirasi seluruh manusia. Melalui revolusi, kebebasan bersifat ‘universal’ akan dapat dicapai oleh kelas buruh, sekaligus mewakili semua umat manusia yang mau melepaskan diri dari belenggu perhambaan

Perjuangan untuk mewujudkan revolusi tersebut akan gagal manakala kelas proletariat tidak memiliki kekuasaan dalam negara sebagai ‘alat’ untuk menggulingkan sistem kapitalisme. Oleh karenanya, Marx sangat menekankan bahwa untuk menghapus kapitalisme, yang menjadi syarat mutlak adalah kaum proletar harus bisa merebut kekuasaan negara lalu menguasainya.

Marx tidak sepakat dengan pendirian tokoh anarkisme seperti Michael Bakunin (1814-1876) dan Josep Proudhon (1809-1865) yang menginginkan sistem negara dihapuskan secara total. Sebaliknya, Marx merasakan bahwa negara sangat berguna untuk merealisasikan diktator proletariat, meskipun pada awalnya negara difungsikan sebagai mekanisme penindasan sesama kelas sosial. Ini kerana Marx meletakkan fungsi negara untuk tujuan peralihan saja terutama usaha yang menjurus ke arah sistem egalitarian yaitu sistem tanpa kerajaan, kelas, dan harta (Marx & Engels 1976: 237). Walaupun Marx menganggap kekuasaan negara hanya bersifat sementara, tetapi negara digunakan atas kepentingan kelas buruh yang mau memperjuangkan persamaan hak dalam kepemilikan harta.

Marx mengatakan bahwa sejarah perjuangan manusia merupakan sejarah perjuangan kelas dan negara hanya merupakan alat yang digunakan oleh kelas berkuasa untuk menindas seluruh kelas bawahan. Konsep-konsep dominasi tersebut akan berakhir dengan penghapusan sistem kapitalisme, dan itu merupakan tanda bahwa kelas proletariat yang dipelopori oleh kaum buruh telah menang. Keberhasilan sebuah revolusi dalam perjuangan meruntuhkan pemerintahan lalu menguasainya hanya bergantung kepada sikap diktator proletariat yang dimanifestasikan dalam bentuk perjuangan kelas. Sikap diktator itu sendiri diartikan sebagai ‘alat’ dalam tahap peralihan ke arah pemusnahan semua kelas masyarakat (classless), yaitu tranformasi dari masyarakat kapitalis ke masyarakat komunis.

Jumat, 12 September 2014

Bertahan Dan Terus Berjuang

BERTAHAN BERJUANG

Ketika begitu banyak kegelisahan menggelembung menjadi satu dan memenuhi isi pikiran kita…
Ketika kita tak tahu harus berbuat apa sementara begitu banyak persoalan menghantam kita sekaligus...
Ketika seolah kita kehilangan keyakinan kita untuk berdiri tegar di antara semua badai kehidupan yg terjadi…

Mari...
Bertahanlah satu hari lagi…
Jangan menyerah hari ini…
Karena kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi esok hari......
Bertahanlah satu hari lagi di dalam Iman…
Bertahanlah satu hari lagi di dalam Doa…
Dengan demikian akan kita akan dapati…bahwa kita sudah jalani hari-hari bersama-Nya…
Kita sudah jalani minggu demi minggu…bulan demi bulan…tahun demi tahun…dalam penyertaan-Nya…...

Sahabat...
Jangan menyerah karena keadaan hari ini…Hidup ini harus adalah perjuangan...oleh sebab itu teruslah bertahan dan berjuang !!!

Semangat !!!

Kamis, 11 September 2014

Keadaan Rakyat Indonesia



Aksi Massa
Tan Malaka (1926)


KEADAAN RAKYAT INDONESIA
1. Kemelaratan
Berapa ribu, bahkan berapa ratus ribu rakyat Indonesia yang meringkuk dengan perut kosong di atas balai-balai setiap hari saat melepas lelahnya, tak terjelaskan dengan tepat. Pemerintah punya catatan angka-angka yang lengkap tentang kebun-kebun dan perusahaan yang menguntungkan, terutama nama-nama orang yang wajib membayar pajak, tetapi lupa memberi kepastian tentang penghidupan rakyat seluruhnya. Betul kadang-kadang dibentuk oleh pemerintah suatu panitia, tapi badan itu tak mewakili rakyat, dan tentu saja panitia itu tidak pernah mendakwa kapital besar, meskipun mencela saja. Pemeriksaan "teratur" dan "merdeka" sebagai bukti maksud-maksud yang suci, belum pernah kedengaran.
Jika kita mau tahu berapa jumlah buruh industri, kebun-kebun dan pengangkutan, tentulah dengan jalan itu kita ketahui berapa banyaknya "budak belian kolonial" yang kelaparan di Indonesia sebab sebagian besar dari buruh industri itu miskin, sebab kepada perusahaan besar-besar itu, mereka harus menjual atau menyewakan tanahnya, hingga akhirnya kehilangan tanah dan mata pencaharian.
Hal itu tidak mungkin disebabkan oleh ketakpedulian dan kelalaian pemerintah. Meskipun kita bekerja dengan angka-angka yang tak cukup, ini belum berarti bahwa keadaan rakyat Indonesia adalah buku yang tertutup bagi kita; bahkan sebaliknya tak dapat diduga bahwa dua sampai tiga juta budak yang tertindas menerima upah yang hanya cukup bertahan agar mati kelaparan. Bagian yang terbesar dari mereka berorganisasi. Mereka itu misalnya buruh kereta api, tukang sapu, kuli barang dan tukang rem, yang mulai bekerja dengan gaji f 15 — dengan satu sampai dua rupiah kenaikan setiap tahun — dan mencapai maksimum f 30 sampai f 40 sebulan apabila mereka sudah beruban. Sungguh gaji itu terlalu sedikit di zaman kapitalisme, dan hal ini sangat menyedihkan, mengingat kepada kecermatan dan tanggung jawab sekumpulan buruh itu bergantung hidup beribu-ribu manusia.
Jika beratus ribu buruh gula yang karena tak berorganisasi tidak berani meminta tambah gajinya; Jika kaum tani yang kehilangan tanah hanya bekerja beberapa bulan dalam setahun dengan gaji 30 atau 40 sen sehari, yakni di waktu memotong tebu; jika 250 sampai 300 ribu kuli kontrak — yang dinamakan "kuli merdeka" di Sumatera Timur — mendapat upah 30 sampai 40 sen sehari, siapakah yang berani mengatakan bahwa di masa ini seseorang (meskipun ia seorang inlander!), dengan anak bininya, dapat hidup sebagai manusia dengan upah 12 sampai dengan 25 rupiah sebulan? Jika ada orang yang berkata seperti itu, ia adalah seekor keledai atau lebih hina lagi adalah seorang "pengkhianat".
Tukang-tukang besi segolongan buruh yang besar gajinya di negeri-negeri lain, di Surabaya sangat rendah gajinya, tinggal seperti di kandang anjing, makanan, pakaian dan keperluan hidup lain-lain tak cukup, hingga kekallah mereka jadi mangsa lintah darat Tionghoa dan Arab. Kita masih mendengar gaji mereka antara 30 sampai 40 rupiah. Di Surabaya yang dikenal sebagai kota dagang, gaji itu berarti sekadar penghalang agar jangan sampai mati.
Siapakah nama gubernur jendral yang pada suatu hari dengan malu-malu menceritakan bahwa beribu-ribu kuli di pelabuhan Jakarta, sebab upah mereka tidak cukup untuk menyewa gubuk yang sangat dicintai oleh orang-orang Jawa? Sudah begitu memalukan dan tak menentunya nasib kaum buruh yang nota bene masih kerja itu, bagaimanakah halnya kaum penganggur yang makin lama makin banyak itu?
Dalam Verslag van de Suiker Enquete Commissie (hlm. 99) kita baca kalimat yang sangat berarti: "Agaknya setengah dari keluarga rakyat di Pulau Jawa termasuk orang yang mempunyai tanah, dan selebihnya hidup dari perusahaan dan perdagangan bumiputra ataupun bukan. Di sana tentulah beratus ribu manusia yang tak punya apa‑apa, yang kadang-kadang bekerja pada salah seorang peladang dan dengan tidak pada tempatnya menamakan dirinya petani". Selain itu, di kota-kota tidak sedikit orang yang bergelandangan di sepanjang jalan, makan sesuap kala pagi dan sesuap kala petang. Kita tidak mempunyai statistik yang lengkap, benar dan sah tentang berapa jumlahnya.
Tetapi siapapun yang pernah tinggal di kota gula seperti Banyumas, Solo, Kediri dan Surabaya, serta ia sungguh memperhatikan kehidupan rakyat, ia akan tercengang dengan "kesabaran" dan "kebetahan" rakyat menanggung kesusahannya, bahwa pajak jauh melewati kesanggupan penduduk, tidak asing lagi bagi orang-orang pemerintah.
Semua dan setiap yang bernyawa (meskipun dia tidak berpencaharian) mesti membayar pajak. Kutipan-kutipan dari segala pihak dapat kita cantumkan, tetapi, karena kita anggap tidak berfaedah, tak perlu kita tambahkan di sini.
(Sepintas lalu kita katakan bahwa industri besar-besar dan kongsi-kongsi perdagangan juga membayar pajak. Akan tetapi, hal itu adalah perkara perjanjian belaka, karena dengan berbagai cara, pajak itu dapat ditimpakan di atas kepala rakyat Indonesia yang melarat dan tak punya hak lagi itu).
Padoux, penasihat pemerintah Tiongkok dalam "Memorandum for the National Commission for Study of Financial Problem", menentukan bahwa setiap kepala di Filipina, Indo-Cina, Prancis, Siam, Indonesia, dan Tiongkok masing-masing membayar pajak $7.50, 8.50, 9.50, 15.50, dan 1,20.
Jadi, pajak yang tertinggi di Indonesia! yaitu dua kali Filipina, hampir dua kali Indo-Cina, Prancis, dan dua belas kali Tiongkok. Perhitungan itu diambil menurut perbandingan sebelum tahun 1923. Waktu itu masih ada "Inlandsch Verponding" — satu perbuatan hina yang tidak tahu malu — sebagaimana yang belum pernah dilakukan oleh seorang raja yang selalim-lalimnya di Jawa.
Mr. Yeekes menerangkan dalam "de Opbouw" (tahun 1923) bahwa pendapatan rakyat Indonesia pukul rata f 196 setahun. Dari pendapatan itu banyak yang harus dikeluarkan sebagai pembayar pajak, dan di luar Jawa untuk rodi pula, hingga pendapatan sebulan tinggal f 13. Satu angka yang jauh di bawah minimum. Perhitungan Mr. Yeekes ini adalah untuk seluruh Indonesia, jadi penda-patan rakyat di Jawa Tengah tentu lebih sedikit lagi.
Kita di zaman modern ini sedih dan heran melihat orang Jawa yang tinggal di pondok-pondok rombeng atau tak bertempat tinggal sama sekali, kelaparan dan berpakaian kotor compang-camping, hidup dalam iklim yang sangat membahayakan sebagai di Indonesia, kurang terawat kesehatannya, disebabkan wabah malaria, cacing tam-\bang, kolera dan sampar; "hanya" ratusan ribu yang mati di waktu penyakit itu merajalela.
Suatu keuletan yang patut dipuji!
2. Kegelapan
Masih saja "pemerintah tani dan tukang warung" Belanda takut kepada Universitas dan Sekolah Tinggi seperti kepada hantu. Masih saja belum terlepas ia dari gangguan momok "buruh intelektual". Ia sudah berbuat keliru dalam pandangan politik pengajaran Inggris dan mengambil kesimpulan yang salah. Ia terlalu bodoh untuk memikirkan bahwa berhubung dengan wawasan dan kecakapan imperialisme Inggrislah, maka dulu sudah ada kaum terpelajar di India yang pada masa sulit kerapkali membantu pemerintah Inggris, dan juga berkat adanya kelas intelektual, termasuk juga kaum ekstrimis, maka Tilak dan Mahatma Gandhi beroleh kemenangan ekonomi dengan gerakan boikotnya yang luas. Dan pula karena Inggris bekerja sama dengan borjuasi bumiputra modern, di lapangan politik dan ekonomi, maka Inggris dapat memerintah terus di India walaupun digempur oleh gerakan noncooperation baru-baru ini.
Pemerintah Belanda di dalam perdebatan selalu mengemukakan pelbagai keberatan terhadap pendirian universitas di Indonesia, yaitu keberatan yang hanya dapat diterima oleh anak-anak kecil. Semua dalilnya hanya terpakai di zaman timbulnya penjajahan dan dapat disimpulkan dalam alasan-alasan di bawah ini.
1. Bahwa pemerintah ini, sesudah menyesal, seharusnya sekarang menjadikan dirinya pendidik rakyat Indonesia dengan belanja rakyat sendiri dan sepatutnya memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada anak-anak Indonesia, jika ia tidak doyan omong kosong.
2. Bahwa bangsa Indonesia baik otak maupun kebangsaan tidak lebih tinggi, juga sebaliknya tidak lebih rendah dari bangsa mana saja, dan bahwa mereka itu sungguh matang untuk menerima pengajaran yang macam mana sekalipun.
3. Bahwa universitas Indonesia yang pertama tak perlu cangkokan atau tiruan dari Eropa,tetapi dengan memperhatikan perguruan tinggi di Eropa berdasarkan pada kecerdasan rohani dan keadaan masyarakat Indonesia sendiri pada masa ini.
Filipina — yang 12 juta penduduknya — sudah mempunyai empat universitas dan beberapa sekolah tinggi, tapi Indonesia dengan penduduknya yang lima kali lebih banyak belum mempunyai sebuah juga.
Sekejap pun tak kita lupakan, bahwa bila "orang Belanda" mendirikan universitas di Indonesia, pengajarannya niscaya dan pasti lebih tinggi daripada di koloni lain sebagaimana, katanya, universitas Belanda jauh lebih tinggi daripada universitas di mana pun. Tanpa mempedulikan tabiat menurutkan kata hati sendiri itu, kita hanya ingin mengatakan kepada Belanda, "Cobalah dulu tunjukkan kecakapanmu itu di Indonesia!"
"Perbuatan itulah yang sebenarnya harus kamu buktikan!"
Tetapi, selain duit yang bagi seorang Belanda lebih berat timbangannya daripada cita-cita dan alasan politik, ada pula pandangan politik lain yang tak dapat kita harapkan dari si Belanda tani dusun yang dungu itu.
Belum selang berapa lama Tuan Hardeman, Kepala Departemen Pengajaran, menerangkan dalam sidang Dewan Rakyat bahwa mendirikan suatu perguruan tinggi belum tentu melahirkan buruh terpelajar, karena kebutuhan akan buruh pelajar itu untuk sementara waktu ini berkurang, disebabkan kesukaran ekonomi yang nanti tentu akan pulih. Dengan ini lenyaplah "momok" seperti yang dibuat oleh Java Bode, tanggal 30 Juni.
Akibat politik pengajaran Belanda di sana-sini kelak akan kita ulas lagi. Di sini kita ingin memastikan, dengan angka-angka, bahwa perguruan rendah, menengah dan tinggi, semenjak dulu tidak cukup untuk rakyat yang berjumlah 55 juta. Hal itu harus diakui tanpa mengindahkan alasan kosong dari yang menyebut dirinya "pemerintah".
Kita lewati sepintas lalu sekolah-sekolah tinggi yang sudah beberapa tahun, katanya, mengeluarkan berpuluh-puluh dokter, mister, dan insinyur. Kita tujukan pembicaraan sebentar kepada soal sekolah rendah. Jumlah anakanak yang harus masuk sekolah pada tahun 1919 adalah sebagai berikut: H.I.S. 1%, Sekolah Rakyat 5%, Sekolah Desa 8% sampai 14%. Lebih kurang 86% anak-anak yang seharusnya bersekolah tak mendapat tempat (menurut laporan kongres N.I.O.G. tahun 1923 yang diumumkan dalam Indische Courant). Mereka yang bisa membaca dan menulis sekarang ditaksir 5% sampai 6%, mungkin juga 2% sampai 3%.
Jumlah belanja perguruan di tahun 1919 menurut kabar yang sah adalah f 20,000,000 dan f 75,000,000 untuk 150,000 orang anak-anak Eropa dan f 12,500,000 untuk anak-anak dari 55,000,000 tukang bayar pajak rakyat Indonesia. Pada tahun 1923 belanja perguruan itu f 34.452.000. Jadi, untuk seorang anak bumiputra pada waktu itu dikeluarkan 30 sen, sama artinya 1/7 dari yang dikeluarkan untuk anak Filipina.
Untuk badan-badan lain, yang memperlihatkan contoh yang baik kepada rakyat yang tak senang, seperti polisi, militer dan armada, pada tahun itu dikeluarkan belanja sebesar f 156,274,000. Tambahan pula seperti yang sudah dimufakati antara dia sama dia, di lain tahun akan dibelanjakan f 300,000,000. Satu beban yang berat sekali di atas bahu si Kromo yang merana itu.
Kita, kaum revolusioner, pada tahun 1921 bermaksud untuk memperbaiki keteledoran pemerintah dalam pendidikan itu dengan mendirikan sekolah-sekolah sendiri. Dengan menempuh pelbagai macam kesusahan, seperti kesulitan teknis, kepegawaian, keuangan, politik dan polisi, akhirnya dapat kita dirikan di seluruh Jawa 52 buah sekolah dengan kira-kira 50,000 orang murid dan jumlah itu bertambah banyak. Akan tetapi, sekolah itu digencet dengan kekerasan. Dengan alasan yang tak cukup setiap waktu guru-guru di sekolah itu dilarang mengajar, dan orangtua murid-murid ditakut-takuti. Pukulan penghabisan dijatuhkan Serikat Hijau (sebuah kumpulan penyamun yang dikerahkan, diupah dan dipimpin oleh pemerintah dan orang-orangnya). Penyamun upahan ini disuruh membakar sekolah, menakut-nakuti dan menganiaya orang, murid dan guru-gurunya. Dan perintah dijalankan oleh mereka dengan sungguh-sungguh.
Sebuah pergerakan rakyat yang sehat menuju ke pemberantasan buta huruf yang dipimpin dengan gembira dan tak memandang susah payah oleh kaum revolusioner di Priangan pada tahun 1922 ditimpa nasib yang seburuk itu pula.
Politik pemerintah ini dalam soal pengajaran boleh disimpulkan dengan perkataan: "bangsa Indonesia, harus tetap bodoh supaya ketenteraman dan keamanan umum ter pelihara" .
3. Kelaliman dan Perbudakan
Meski sudah 300 tahun Indonesia berkenalan dengan peradaban Barat, masih saja rakyat kita hidup di dalam keadaan yang tak mengenal atau mempunyai hak. Pak tani tak pernah sehari juga mendapat kepastian tentang kepemilikan, kemerdekaan bahkan nyawanya sekalipun. Setiap tahun skrup pajak rakyat semakin keras putarannya. Kaum buruh tidak boleh mengadakan perhimpunan atau mengemukakan keberatannya. Permohonan rakyat yang pantas tidak didengarkan. Pendidikan dan pemimpin rakyat yang dipercayai rakyat dicap dan diperlakukan seperti penghasut dan bandit, dan karena itu, dengan tidak diperiksa terlebih dahulu, dimasukkan ke dalam penjara, disekap di kamar tikus, dihalau keluar negeri atau diketok kepalanya sampai mati. Permintaan dan protes yang beralasan dimusnahkan oleh birokrasi yang rupanya lebih suka tenggelam dalam kebusukannya sendiri.
Sekarang marilah kita persilakan Prof. Van Vollenhoyen yang termashur itu berbicara dan mencela sikap pemerintah Belanda, seperti yang tertulis dalam buku beliau Indonesier en zijn Grond. Indonesia boleh jadi mempunyai tidak kurang dari 70% penduduk yang hidup dari pertanian; dan karena itulah, maka penting bagi seorang terpelajar — yang kehormatan dan kedudukannya belum pernah dicurangi orang — supaya mendengar apakah yang sudah diperbuat terhadap si tani dalam beberapa tahun oleh sebuah kekuasaan yang mengaku dirinya sebagai "pengasuh rakyat" serta merasa berbuat serupa itu.
Kita bukan hendak mengorek-orek yang sudah terjadi maka lebih dulu diperbincangkan kejadian-kejadian semenjak 60 tahun dari abad yang silam. Siapa saja tentu tahu dan membenarkan perkataan bahwa di tahun-tahun itu "orang Jawa dianiaya". Akan tetapi tidak semua orang dengan lekas melihat macam apa dan sampai ke mana batas penggencetan atas milik kaum tani itu. Untuk mengetahui hal ini, tak usah kita baca buku-buku kelaliman pemerintah Belanda ini sebagai "kaum penghasut dan penyebar kebencian", tetapi kita ambil saja perslahannya sendiri.
Kesewenang-wenangan Daendels, biar bagaimana busuknya, masih dapat dianggap luar biasa. la mempunyai kekuasaan sendiri atas sawah dan ladang rakyat untuk menggaji pegawai bumiputra (hlm. 12 dan dll).
Seterusnya van Vollenhoven berkata: "dibandingkan dengan peratusan raja-raja Jawa yang hampir sama busuk dengan kebiasaan kita, "masih terbatas" dalam kerajaannya saja, Kedu, Yogyakarta dan Surakarta, tetapi kita meluaskannya sampai meliputi seluruh pulau itu" (hlm. 16).
Pegawai-pegawai desa mengambil suatu kepunyaan rakyat yang baik untuknya dan diberikannya yang buruk kepada rakyat yang bodoh. Semua itu perbuatan sewenang-wenang (hlm. 17).
"Apakah yang kita harapkan sekarang?” tanya van Vollenhoven seterusnya. Apakah kita berangsur-angsur akan menghentikan kerewelan perkara sawah ladang karma pajak tanah (ini sudah terjadi). Apakah kita berang,sur-angsur tidak lagi akan mengambil sawah ladang dan kebun paksaan rakyat (ini sudah terjadi). Apakah kita akan mengurangi dan menghapuskan akibat yang merugikan dari kerja paksa atas tanah-tanah kepunyaan rakyat (ini sudah terjadi). Dan selanjutnya kita belajar mendiamkan tangan kita yang gatal itu. Yang belakangan ini belum terjadi (hlm. 20).
Bila pada tahun 1919 seorang Jawa yang haknya atas tanahnya dirugikan f 1,000 datang mengadukan halnya kepada kontrolir, ia akan dihukum delapan hari kerja paksa. Bila ia menghadap Presiden Pengadilan Negeri, ia akan dijawab, "Tidak ada waktu!" dan bila orang itu pergi minta perlindungan Wali Negeri, "Sri Paduka Tuan Besar tidak berkenan menjawab". Dalam bahasa Belanda yang agak halus disebut hal itu "godsgeklaagd" (hlm. 26).

Seringkali terjadi di tengah-tengah sebidang tanah yang akan diberikan pemerintah kepada tuan-tuan besar kebun ada sawah atau ladang bumiputra. Menurut undang-undang, tanah itu tidak boleh diambil kecuali jika untuk keperluan pemerintah sendiri. Akan tetapi dalam praktiknya orang berikhtiar membujuk si inlander supaya mau menukar haknya dengan uang (hlm. 26).
Berikut ini adalah kesimpulan dari Prof. van. Vollenhoven yang tak dapat dicela kebenaran dan kenyataannya itu.
"Tetapi rupanya inilah yang sepenting-pentingnya orang Indonesia yang punya tanah sendiri, sungguh sangat susah akan mempunyai perasaan selain dari pelanggaran terus menerus; dusta dan penipuan atas hak tanahnya yang sah di atas kertas, sebagai daya upaya yang tak habis-habisnya untuk merampasi haknya tadi atau berdaya upaya supaya ia jangan dapat mempergunakannya" (hlm. 28).
Kita masih dapat mengutip beberapa gugatan dan kesimpulan van Vollenhoven yang berkenaan dengan penipuan atas tanah dengan jalan mengubah kalimat undang-undang, dengan merusak dan melanggar undang-undang itu sendiri dan tentang sebab-sebab pemberontakan di Sumatera, Borneo, yakni pencurian tanah. Akan tetapi, kutipan tersebut di atas sudah memadai.
Dan tidakkah semua kenaikan pajak sekarang itu adalah suatu kesewenang-wenangan yang kasar jika kita menggunakan perkataan Prof. van Vallenhoven itu sendiri? Adakah rakyat kita diberitahu waktu pemerintah mengambil suatu keputusan dan memperbincangkan kepemilikan, pekerjaan dan kemerdekaan kita?
Tidak pernah! Persis sebagaimana pemerintah tidak pernah bertanya kepada kita, "Apakah kita menyukainya atau tidak?"
Bangsa Indonesia yang 55 juta itu tidak mempunyai wakil seorang jua pun dalam pemerintahan ini yang boleh memperdengarkan suara atau nasihat, protes atau celaan. Gerombolan militeris dan birokrasi yang menghisap darah dan menguasai nasib kita, tak pernah kita sukai dan kita pilih. Mereka tak dapat kita hentikan sebab kita tak punya kekuasaan politik. Mereka ini mesti kita terjang bila kita tidak suka kepada mereka, lain tidak! Kesimpulannya, sekalian dan peraturan yang menguasai kita di Indonesia dibuat sesuka hati mereka sendiri dan pembayaran pajak dalam teori atau praktik, semuanya adalah "pencurian".
Marilah kita perhatikan nasib 300.000 kuli kontrak, yang "katanya" dilindungi oleh pemerintah ini. Upah yang kurang lebih f 12 sebulan sungguh hampir tak cukup untuk membeli pakaian yang biasanya koyak-koyak, sebab setiap hari dipakai kerja di kebun. Sehari bekerja 14 sampai 18 jam, sebab kebun-kebun tembakau biasanya jauh letaknya dari pondokan kuli, lebih tepat kandang kuli, meskipun di dalam kontrak hanya tertulis 10 jam.
Perlakuan pengawas-pengawas kebun bangsa Eropa lebih tepat digambarkan sebagai penikaman, pembacokan; penganiayaan dan pembunuhan atas asisten-asisten kebun dan "kehalusan yang diusik-usik hingga menjad kekejaman!" Di sinilah terjadi pergaulan sosial yang diracuni oleh judi, candu dan persundalan yang merendahkan tabiat kuli-kuli dan menyebabkan mereka banyak berutang kepada majikannya, hingga kontrak mereka terpaksa selamanya diperbaharui.
Syarat-syarat kerja seperti itu — langsung atau tidak — dipikulkan di atas kaum tani yang kebanyakan buta huruf dan dungu; mereka ditekan dalam satu "kontrak" yang diakui oleh pemerintah. Dalam kontrak itu disebutkan mereka "tak boleh berorganisasi dan mogok" — yang dengan jalan itu mereka dapat menagih upah dan syarat-syarat kerja yang sedikit mendingan seperti di negeri-negeri lain. Hal itu diakui oleh pemerintah. Sungguh hal itu hanya dapat dipertahankan oleh "saudagar budak" di zaman biadab.
Marilah kita ingat kejahatan-kejahatan yang dilakukan di Deli. Marilah kita ingat penganiayaan baru-baru ini yang dilakukan oleh orang-orang Eropa di Lampung dan Sumatera Selatan, yaitu kejahatan yang dianggap sebagai dongeng saja di abad. Bahkan lebih dari dongeng, yaitu ringannya hukuman yang dijatuhkan oleh pemerintah atas "bajingan-bajingan" Eropa itu.
Kaum buruh industri, perkebunan dan pengangkutan yang beratus ribu atau beberapa juta di Jawa dan lainnya, yang diperbudak tidak dengan kontrak, yang katanya "buruh merdeka", bernasib tak lebih baik daripada budak kontrak asli. Satu per satu kakinya diikat dengan rantai aturan, hingga tak dapat berorganisasi dan berjuang melawan kapitalis yang sewenang-wenang. Di dalam Dewan Rakyat, Majelis Tinggi dan Rendah, dan surat-surat kabar yang berlain-lainan tujuan itu, telah berulang-ulang diperbincangkan hak organisasi dan hak mogok dari kaum buruh Indonesia! Tak perlu kita ulang lagi di sini, atau kita uraikan hukum-hukum paksa itu. Sekali lagi dikatakan undang-undang itu bukanlah menurut perasaan modern, tetapi aturan paksa yang dihadapkan oleh segerombolan kaum birokrat kepada buruh Indonesia, buat pengikat segala daya upaya mereka menuju perbaikan nasib.
Semua undang-undang yang dijalankan itu menyebabkan kita teringat kepada zaman biadab dan perbudakan yang gelap. Begitu banyak undang-undang paksa terhadap politik gerakan sehingga tak dapat kita terus-terang mengatakan atau menulis sesuatu mengenai si penjajah atau yang dapat membukakan mata rakyat yang terbelenggu ini.
Rakyat Indonesia mesti menutup mulutnya jika terjadi penganiayaan atas diri pemimpin-pemimpin yang mereka percayai dan kasihi, juga apabila dengan sengaja para pemimpin dirampas beberapa bulan kemerdekaannya atau tanpa diperiksa lebih dulu terus dibuang sebab dianggap berbahaya atau secara khianat ditikam, dibacok, diketok kepalanya sampai mati, atau dicabut nyawanya dengan peluru.
Bila diceritakan kepada rakyat bahwa seorang pemimpin yang dicintai, seperti Haji Misbach yang katanya mati "disebabkan demam hitam" pada satu pembuangan yang ditentukan oleh pemerintah, mau tidak mau, mereka mesti percaya saja.
Bilamana rakyat mendengar bahwa seorang pemuda yang terpelajar dan sopan, seperti Soegono kita, pemimpin V.S.T.G yang katanya "membunuh diri" dalam penjara, sedangkan pada kepala dan tangannya terdapat bekas-bekas penganiayaan dan sebuah jarinya hancur sama sekali, rakyat "tak dapat mendakwa", juga tidak boleh mengajukan protes sama sekali.
Dan pemerintah yang "katanya" jadi pengasuh dan pelindung rakyat kita, tidak mengadakan pemeriksaan saksama tentang sebab-sebab kematian yang sekonyong-konyong dari pemimpin rakyat yang cakap berjuang dengan dada terbuka dan pendek kata dicintai dan dipercayai rakyat. Dia tidak mempedulikan atau tak punya keberanian moral akan mengakui dan membetulkan kesalahannya dan menghukum yang bersalah menurut undang-undang Fiat justitiaruate cellum.
(Jalankanlah keadilan meskipun langit akan runtuh!)
Keadilan di Indonesia hanya bagi segolongan kecil yaitu si penjajah kulit putih. Bagi bangsa Indonesia yang berhak atas negeri itu, tak ada keadilan dan pengadilan.