Minggu, 14 September 2014

SINTINGKU MENCUAT




Inilah Sintingku yang mencuat
Tak seperti debatan para sinting tentang si-Sinting, yang mebuat pernyataan sinting di negeri Sinting.

Sintingku mencuat, ketika melihat para sinting bermain suara.
Sintingku memuncrat, ketika mendengar para sinting membeli suara.
Sintingku memusat, ketika menyimak para sinting mengkibuli rakyat.

Sintingku mengalir deras, seirama syair-syair sintingku ini.
Sintingku mengamuk keras, seirama rusaknya otak sintingku ini.

Mungkin saja…
Sintingku bisa merobek luka hati masa rakyatku.
Sintingku mampu membuka pola pikir politisiku.
Sintingku sanggup menutup seluruh kesintingan, penyinting bernegeri sinting.

Wahai para sinting sepertiku,
marilah melanjutkan syair sintingku ini.
Mulailah membaca syair sintingku ini.
Mungkin akan lebih cerdas, ketimbang menyimak calon presiden sinting di negeri sinting, yang sedang membaca pidato politik sinting, lalu memaksa suara-suara sinting untuk memilih pemimpin sinting sepertinya.

Sintingku berawal dari cerita pemimpin sinting.
Mungkin saja, sintingku lebih sensasional dalam larikan puisi sinting ini.
Mungkin juga akan sangat rasional bagi penyimak puisi sinting se-aliranku.

Inilah tanda-tanda kesintinganku.
Atas nama anggota partai sinting,
Atas nama politisi sinting,
Atas dasar ketukan palu rapat para sinting,
maka lahirlah pemimpin sinting
dengan mengatasnamakan pemimpin sinting akar rumput.

Mungkin amnesia sedang melekat pada otak sintingku ini,
Tak ada negeri sinting yang bisa merdeka, jikalau rakyat sinting sepertiku, tak pernah terorganisir ke dalam cita-cita politik yang sendem.

Sintingku mungkin lebih kritis dari kritikus beruang di negeri sinting

Lihatlah…,
Organisasi akar rumput saja masih hingar bingar, berlari tak punya ideologi.
Lalu apa hebatnya, memilih pemimpin di negeri sinting, jikalau wakil rakyat, hanya jadi slogan koalisi.



0 komentar:

Posting Komentar